Sejarah Sandal Jepit dari Zaman Mesir Kuno Hingga Masa Kini – Saat ini, di pantai dan kolam renang global, anak-anak dan dewasa semua mengenakan sandal sederhana untuk melindungi kaki. Alasnya terdiri dari sol karet tipis dengan tali berbentuk Y yang melintang di bagian atas kaki dan antara jari kaki. Yuk, kita bahas sandal jepit! Bagaimana sandal ini berperan dalam sejarah global dan kehidupan manusia? Mari kita telusuri lebih dalam.
Sejak zaman dahulu sebelum manusia mengandalkan alat atau hewan untuk transportasi, mereka harus menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki. Berjalan melintasi tanah yang berbatu atau terjal tanpa alas kaki pastinya sangat melelahkan dan tidak nyaman bagi kaki manusia.
Ternyata, manusia telah menggunakan alas kaki sejak ribuan tahun yang lalu. Bukti dari penelitian iklim menunjukkan bahwa manusia mungkin sudah melindungi kaki mereka dari dingin sekitar 50.000 tahun yang lalu. Bentuk dan kekuatan kaki menunjukkan bahwa manusia telah menggunakan alas kaki dengan sol besar sejak sekitar 40.000 tahun lalu.
Apakah Mesir tempat lahirnya sandal jepit?
Para arkeolog berhasil menemukan sandal tertua di dunia sekitar 10.900 tahun lalu di wilayah yang kini menjadi Oregon, AS. Sandal unik ini terbuat dari kulit pohon sagebrush. Orang-orang Mesir kuno, terutama dari kalangan yang terhormat, juga menggunakan sandal.
Ini adalah sepasang sol sandal kulit dari Kerajaan Baru Mesir, yang masing-masing terbuat dari sepotong kulit yang dipotong. Meskipun ada retakan halus dan beberapa perubahan warna pada kulit coklat kemerahan, secara keseluruhan kondisinya masih baik.
Budaya Barat mengaitkan asal-usul sandal dengan makam Mesir kuno, dengan bukti tertua berasal sekitar 5.100 tahun lalu. Di Museum Kairo, dekorasi menggambarkan Firaun Narmer dengan pengikutnya yang membawa sandal, menandakan sandal sebagai simbol kekuasaan firaun.
Orang Mesir kuno juga menempatkan sandal Firaun di atas singgasananya ketika Firaun tidak sedang menggunakannya. Orang Mesir Kuno mulai menggunakan sandal sebagai simbol status pada masa pemerintahan para Firaun. Tradisi ini kemudian meluas ke berbagai lapisan masyarakat selama periode dinasti Mesir dan terus berlanjut hingga masa pendudukan Romawi sekitar 30 SM.
Sandal Mesir menggunakan papirus dan bahan lain seperti kulit dan kayu. Dalam budaya Yunani dan Romawi kuno, sandal merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Bahkan, Hermes, dewa Yunani yang orang Romawi kenal sebagai Merkurius, selalu mengenakan sandal bersayapnya dengan gagah. Namun, dengan meningkatnya pengaruh agama Kristen, sandal mulai kurang populer karena para pemimpin gereja menganggapnya dapat membuat kaki perempuan terlalu terbuka.
Pada awalnya, orang-orang di Mesir Kuno membatasi penggunaan sandal untuk kegiatan di luar ruangan, terutama saat mereka melakukan perjalanan. Sebenarnya, sebagian besar penduduk Mesir kuno tidak menggunakan alas kaki. Orang-orang terkaya, termasuk Firaun, jarang mengenakan alas kaki di dalam rumah hingga akhir dinasti sekitar 3.000 tahun yang lalu.
Bahkan, orang menganggap melepas sandal di hadapan individu atau dewa yang lebih tinggi sebagai ungkapan penghormatan yang mendalam.
Mereka menemukan sandal yang dijahit dengan linen di makam Tutankhamun.
Setelah Alexander Agung menyatukan bangsa Yunani pada abad keempat SM, masyarakat yang muncul menjadi kaya dan memiliki waktu luang untuk mengembangkan seni, ilmu pengetahuan, dan olahraga di bawah sistem demokrasi.
Masyarakat Yunani juga menciptakan berbagai jenis sandal dan model alas kaki lainnya, serta memberi nama pada setiap gaya yang ada. Catatan yang teliti yang mereka buat membantu memberikan deskripsi yang akurat serta referensi mengenai berbagai jenis alas kaki dan namanya.
Ini adalah kebetulan karena tidak ada bukti arkeologis langsung mengenai alas kaki Yunani kuno, sehingga sejarawan harus mengandalkan deskripsi dan gaya yang terdapat dalam karya seni yang masih ada. Di Yunani kuno, terdapat aturan ketat mengenai siapa yang boleh mengenakan pakaian tertentu, kapan, dan untuk tujuan apa.
Pada awal Kekaisaran Romawi, orang-orang Romawi mengenakan sandal yang sangat mirip dengan gaya sandal Yunani dan mengikuti aturan yang sama tentang penggunaan sandal berdasarkan status sosial. Sama seperti orang Yunani, orang Romawi juga memberi nama pada berbagai gaya sandal, dan kata “sandal” itu sendiri berasal dari kata Latin “sandalium”.
Namun, setelah abad kedua Masehi, ketika kekuatan Kekaisaran melemah, standar pembuatan alas kaki mulai menurun. Pada abad ketujuh, Kekaisaran Kristen Romawi yang berpusat di Konstantinopel, mengatur bahwa bertelanjang kaki di hadapan orang-orang dari berbagai latar belakang tidak sopan. Selama 1.300 tahun, sandal hanya populer di kalangan para biarawan, sandal tetap muncul dalam lukisan Renaisans dan pertunjukan teater.
Saat ini, orang-orang di seluruh dunia menyebut sandal jepit dengan berbagai nama, dan sandal jepit telah menjadi bagian penting dari tren fashion. Namun, tidak semua orang di berbagai belahan dunia menyebutnya sebagai “sandal jepit”. Di Selandia Baru, orang-orang menyebut sandal jepit sebagai “jandals” (kependekan dari Japanese sandals).
Di beberapa daerah Amerika Serikat, orang-orang menyebut sandal jepit dengan nama-nama khusus seperti “zories” di Pantai Timur, “clam diggers” di Texas, dan “slippers” di Hawaii. Sandal jepit rupanya memiliki sejarah yang panjang dan menarik.